Sektor energi memiliki peranan penting dan menjadi faktor strategis bagi perekonomian. Dalam rangka mewujudkan ketahanan energi nasional pemerintah telah menetapkan arah kebijakan. Salah satunya melalui pemenuhan kebutuhan energi dengan mengutamakan peningkatan energi baru terbarukan.
Untuk mencapai target bauran energi baru terbarukan menjadi sebesar 23% pada tahun 2025, sejak tahun 2016 pemerintah memberlakukan peningkatan pencampuran pemanfaatan bahan bakar nabati khususnya biodiesel menjadi sebesar 20% atau B-20.
Mulai awal tahun 2020 mandatory pencampuran biodiesel menjadi 30% atau B-30 telah diimplementasikan di seluruh Indonesia. Secara teknis B-30 adalah bahan bakar yang terdiri dari campuran 70% BBM jenis minyak solar dan 30% BBM jenis biodiesel.
APA ITU BIODIESEL ?
Biodiesel adalah bahan bakar nabati yang dihasilkan dari bahan baku hayati dan biomassa lainnya yang diproses secara trans-esterfikasi atau esterifikasi. Proses ini menyederhanakan rantai senyawa trigliserida menjadi rantai metil ester monogliserida dengan alkohol rantai pendek seperti metanol
Senyawa metil ester inilah yang dikenal dengan biodiesel murni atau biasa disebut dengan Ester Metil Asam Lemak atau Fatty Acid Methyl Ester yang disingkat FAME.
Minyak nabati sebagai bahan baku biodiesel dapat dihasilkan dari kurang lebih 50 sampai dengan 60 spesies tanaman. Beberapa diantaranya seperti kelapa sawit, kelapa, jarak pagar, kemiri, kemiri sunan, nyamplung, malapari, biji karet, bunga matahari dan tanaman lainnya. Namun minyak nabati yang dihasilkan jumlahnya berbeda-beda tergantung jenis tanamannya.
Di Indonesia bahan bakar nabati umumnya dihasilkan dari kelapa sawit atau sering disebut dengan Crude Palm Oil atau CPO karena memiliki potensi dan produktivitasnya yang cukup besar.
BAGAIMANA PROSES PRODUKSI BIODIESEL DARI MINYAK KELAPA SAWIT?
Bahan baku minyak nabati yang berasal dari kelapa sawit melewati berbagai proses hingga menjadi CPO. Tahap pertama adalah pemanenan buah kelapa sawit yang dilakukan oleh pekebun dengan pemilihan tandan buah segar yang telah matang dan sempurna. Selanjutnya tandan buah segar ini didistribusikan ke pabrik kelapa sawit untuk diolah menjadi CPO.
Proses pengolahan tandan buah segar menjadi CPO diawali dengan penyortiran, dan buah dimasukkan kedalam rack cage (kandang rak) yang selanjutnya dimasukkan ke dalam sterilizer, tujuannya selain sterilisasi tandan buah segar juga untuk memudahkan lepasnya brondolan buah dari tandan, mengurangi kadar air, melunakkan daging buah, sehingga memudahkan proses pelumatan dan pengepresan serta pemisahan kernel dari cangkang.
Selanjutnya tandan buah segar yang telah direbus dimasukkan ke dalam treser dan dilumatkan pada nicister untuk kemudian diperas menggunakan truckpress sehingga menghasilkan minyak sawit. Tahap terakhir yaitu diberikan pada purifier dan vacuum dryer untuk mendapatkan CPU murni.
Selain menghasilkan proses pengolahan tandan buah segar kelapa sawit juga akan menghasilkan beberapa produk sampingan seperti, minyak kernel dan inti sebagai bahan baku minyak inti sawit, tandan buah kosong dan serat yang dapat diolah menjadi pupuk, cangkang kelapa sawit yang dapat digunakan sebagai bahan bakar biomassa sedangkan limbah cair atau palm oil mill effluent dapat diolah untuk menghasilkan energi pembangkit listrik.
CPO murni yang dihasilkan dari pabrik kelapa sawit kemudian didistribusikan ke pabrik pengolahan CPO. Proses distribusinya dapat menggunakan angkutan darat seperti, truk tangki, kereta api maupun kapal.
CPO sendiri dapat diolah menjadi berbagai macam produk, minyak nabati sebagai bahan baku minyak goreng, krim, margarin oleokimia untuk bahan baku deterjen, pelumas, asam laurat yang digunakan dalam kosmetik dan sabun dan bahan bakar nabati jenis biodiesel.
METODE PEMBUATAN BIODIESEL
Sebagai bahan bakar utama dalam proses produksi biodiesel kualitas CPO menentukan kualitas biodiesel secara keseluruhan. Spesifikasi CPO yang dibutuhkan tidak boleh memiliki kandungan asam yang tinggi serta tidak boleh berasal dari tandan buah segar yang didiamkan terlalu lama. Selain itu spesifikasi yang berkualitas, berlaku juga pada bahan pendukung seperti bubuk pembersih dan metanol.
Tidak cukup hanya kualitas bahan baku, proses produksi juga merupakan hal yang memegang peran penting dalam proses produksi biodiesel.
Terdapat dua cara metode pembuatan biodiesel yaitu transesterifikasi atau metanolisis jika bahan baku menggunakan trigliserida dengan katalis basa dan esterifikasi jika menggunakan bahan baku asam lemak dengan katalis asam.
Untuk skala komersil produsen biodiesel di Indonesia menggunakan metode transesterifikasi, karena kecepatan reaksi katalis basa lebih cepat dari katalis asam, sekalipun pada temperatur yang relatif rendah sehingga dinilai lebih efektif dan efisien.
Secara umum tahapan proses untuk produksi biodiesel berbahan baku minyak sawit atau CPO terdiri dari beberapa tahap utama yaitu
- Pemurnian bahan baku CPO melalui refining proses
- Proses reaksi transesterifikasi dan pemisahan Gliserol
- Proses pemurnian biodiesel
Tahap pertama pembuatan biodiesel adalah pengolahan CPO menjadi Refined, Bleached Palm Oil (RBPO) dalam proses ini minyak kelapa sawit mentah akan dibersihkan dengan cara degumming atau pemisahan antara minyak dengan getah dan lendir. Selanjutnya CPO akan diputihkan atau bleaching dengan menggunakan material berupa bleaching earth.
RBPO yang dihasilkan ini masih mengandung residu yang berupa minyak dengan kualitas rendah yang bercampur dengan lendir dan kotoran atau sperm bleaching earth.
Kandungan asam yang terdapat dalam CPO membuat RBPO yang dihasilkan masih memiliki bau dan rasa meskipun sudah dibersihkan dalam proses degumming dan bleaching untuk itu diperlukan proses selanjutnya yaitu diodorasi atau distilasi dengan uap air sehingga menjadi produk Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil atau RBDPO.
Pengolahan RBPO hingga menjadi RBDPO akan menghasilkan output lain berupa Palm Fatty Acid Distillate (PFAD), ini bukan residu biasa seperti dalam proses degumming dan bleaching.
PFAD sebagai bahan baku untuk memproduksi senyawa bioaktif khususnya Vitamin E, Phytosterol dan Squalene sehingga dapat dijual dan menjadi salah satu produk samping dari proses pembuatan biodiesel.
Tahap kedua adalah transesterifikasi. RBDPO yang sudah diproses melalui refining proses mengandung trigliserida atau asam lemak yang kemudian diproses secara transesterifikasi.
RBDPO akan dialirkan masuk ke dalam reaktor utama dengan ditambahkan metanol (CH3OH) dengan rate kurang lebih 10 hingga 14% dan katalis basa yang dapat berupa NaOH dan KOH dengan rate 0,5 hingga 1,5% tergantung efisiensi jenis teknologi yang digunakan.
Pada skala komersial proses transesterifikasi pada reaktor utama dilakukan pada suhu 55 hingga 60 derajat Celcius untuk memaksimalkan proses Reaksi yang terjadi dan untuk memaksimalkan produk akhir yang dihasilkannya.
Proses transesterifikasi ini akan menghasilkan 2 output berupa
- Crude Fame atau Fatty Acid Methyl Ester dan
- Sisa produksi berupa gliserol yang dapat digunakan untuk bahan baku berbagai industri manufaktur dan pangan seperti obat-obatan bahan makanan kosmetik pasta gigi industri kimia larutan anti beku tinta printer dan lain-lain.
Sisa metanol dapat digunakan kembali dalam proses transesterifikasi.Gliserol dan Methanol akan dipisahkan, sedangkan Crude Fame akan masuk ke tahap selanjutnya yang merupakan fase akhir dari proses produksi biodiesel.
PROSES PEMURNIAN BIODIESEL
Tahapan terakhir adalah proses pemurnian Biodiesel yang terdiri dari proses pencucian (washing) dan pengeringan (drying).
Crude Fame yang dihasilkan dari proses transesterifikasi harus dimurnikan terlebih dahulu agar dapat digunakan sebagai bahan bakar motor diesel. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan pengotor yang masih terdapat pada Crude Fame .
Pengotor yang masih terdapat pada Crude Fame berupa sisa metanol yang tidak bereaksi, sisa katalis NaOH atau KOH, sisa gliserol yang masih tercampur, sisa senyawa asam lemak yang tidak terkonversi dan sedikit sabun yang terbentuk selama proses transesterifikasi.
Pengotor yang masih terdapat dalam Crude Fame untuk selanjutnya dilakukan proses pencucian dengan air karena sebagian besar pengotor tersebut akan larut oleh air dan metode ini juga hemat biaya.
Pada proses ini Crude Fame dimasukkan ke dalam tangki pencucian dengan dimasukkan air bersih untuk melarutkan pengotor dan setelah itu dibuang dari tangki pencucian maka akan dihasilkan produk FAME yang telah bersih dari pengotor.
Setelah proses pencucian, FAME masih mengandung sebagian kecil air yang tercampur secara emulsi. Untuk menghasilkan biodiesel murni hasil pencucian akan dikeringkan pada kolom pengering atau dryer pada kondisi vacum 30 hingga 50 KPA dan temperatur 60 hingga 80 derajat celsius sehingga menghasilkan biodiesel murni. Inilah yang kemudian menjadi produk FAME atau biodiesel 100% yang siap didistribusikan.
Metode pendistribusian FAME, dapat dilakukan melalui pipa minyak, angkutan darat maupun angkutan laut tergantung aksesibilitas pabriknya.
METODE PENCAMURAN (BLENDING) BIODIESEL B-30
Sebelum menjadi bahan bakar yang siap digunakan, pada kendaraan biodiesel akan melalui proses pencampuran atau blending dengan solar di terminal bahan bakar minyak yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia.
Untuk memastikan konsistensi pada proses blending ada tiga metode pencampuran biodiesel yang saat ini diterapkan
- Pertama, In Line Blending yakni pencampuran dilakukan pada pipa langsung sesuai dengan komposisi Fame dan solar .
- Kedua, Tank Blending yakni pencampuran dilakukan dalam tangki yang memiliki alat pengukur tinggi cairan volume pencampuran FAME dan solar disesuaikan dengan alat pengukur tersebut dan
- Ketiga, Splash Blending yakni pencampuran dilakukan selama pengiriman di atas kapal ketika FAME di terima solar baru dicampur kan sesuai dengan kapasitas yang diperlukan.
BAGAIMANA STANDAR MUTU BIODIESEL
Persyaratan mutu biodiesel di Indonesia menggunakan parameter standar nasional Indonesia atau SNI yang dikeluarkan oleh badan standarisasi nasional dengan nomor SNI 7182 : 2015.
Parameter standar biodiesel ini terdiri atas dua kelompok
- pertama parameter-parameter yang nilainya lebih mewakili tingkat kesempurnaan pengolahan atau pemrosesan seperti viskositas kinematik, titik nyala (flash point), tingkat korosi bilah tembaga, angka asam dan kadar-kadar ester alkil, gliserol bebas, gliserol total, belerang, abu tersulfatkan serta air dan sedimen.
- kedua adalah parameter-parameter yang nilainya lebih ditentukan oleh komposisi asam asam lemak bahan mentah yang digunakan, seperti angka setana, angka iodium, titik kabut (cloud point), residu karbon, massa jenis dan temperatur distilasi 90%.
Sedangkan standar dan mutu atau spesifikasi biodiesel B-100 yang akan digunakan untuk pencampuran menjadi B30 diatur dalam Keputusan Dirjen EBTKE Kementerian ESDM Nomor 189 K/10/DJE/2019 tentang standar mutu spesifikasi bahan bakar nabati jenis biodiesel sebagai bahan bakar lain yang dipasarkan di dalam negeri.
Saat ini kapasitas terpasang biodiesel telah mencapai 13,4 juta KL per tahun dari 27 badan usaha niaga bahan bakar nabati yang telah memiliki izin usaha niaga bahan bakar nabati sebagai bahan bakar lain.
Demikian juga halnya dengan ketersediaan CPO sebagai bahan baku biodiesel sangat mencukupi dimana produksi CPO pada tahun 2019 mencapai 47.000000 ton dengan pembagian domestik sekitar 16,7 juta Ton dan untuk produksi biodiesel sekitar 49% dari total pemakaian domestik.
Capaian program mandatory B30 yang telah berjalan sejak awal tahun 2020 diperkirakan telah menyerap biodiesel konsumsi domestik di Indonesia sebesar 8,4 juta KL. Konsumsi penggunaan biodiesel tersebut memiliki dampak positif, seperti mengurangi impor BBM, penghematan devisa negara, penyerapan tenaga kerja, peningkatan kualitas lingkungan yang pada tahun 2020 diperkirakan mampu mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 22,3 juta ton CO2 .
Melalui program biodiesel dan dengan dukungan kapasitas produksi yang cukup uji kinerja atau uji Jalan pemantauan secara berkala atas kualitas dan kuantitas serta penyusunan standar nasional Indonesia pengembangan bahan bakar nabati di Indonesia akan menjadi industri yang berkelanjutan yang tak hanya menguntungkan secara ekonomi tetapi juga mampu menjaga lingkungan agar tetap Lestari.
Sumber :KETAHANAN ENERGI INDONESIA l BIODIESEL
https://youtu.be/2esVIhQ-bZE